RINDANG | Indonesia disebut menjadi negara penghasil emisi karbon terbesar di Asia Tenggara dan ke-20 di dunia.
“LTS kami tidak hanya fokus pada rendah emisi, tetapi juga mempertimbangkan ketahanan iklim, pertumbuhan ekonomi, dan kondisi sosial-politik nasional,” ujar Indonesia Special Envoy for The Global Blended Finance Alliance (GBFA), Mari Elka Pangestu dalam COP28 atau The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada Desember 2023 lalu dikutip dari maritim.go.id, Kamis (22/8/2024).
Pernyataan Mari Elka Pangestu itu ingin menegaskan komitmen Indonesia pada dunia dalam upaya menekan emisi karbon dan mengembangkan energi bersih bahkan mencapai Emisi Nol Bersih tahun 2060 atau lebih cepat.
Namun pernyataan itu juga berarti kerja keras bagi Indonesia. Sebab berdasarkan data Indonesia menempati urutan pertama penghasil emisi karbon di Asia Tenggara.
Data Global Carbon Budget yang diolah Our World in Data menyebut periode tahun 1750 hingga 2022, Indonesia mengeluarkan 15,7 miliar ton karbon dioksida, belum termasuk emisi dari penggunaan lahan. Catatan itu menempatkan Indonesia di urutan ke-20 dunia penghasil emisi karbon.
Deforestasi dan ketergantungan pada batubara sebagai sumber energi disebut menjadi biang utama produksi emisi karbon Indonesia.
Tahun 2022 misalnya, sektor energi dan transportasi menyumbang 50,6 persen dari total emisi Indonesia, atau 1 Gt CO2e. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa batu bara masih mendominasi bauran energi primer Indonesia pada 2022, dengan 67,21persen.
Berdasarkan data itu, Thailand menempati peringkat ke-30 dunia sebagai penghasil emisi karbon dengan total 7,72 miliar ton CO2, diikuti Malaysia di peringkat ke-33 dengan 6,48 miliar ton. Vietnam berada di posisi ke-43 dengan 5,02 miliar ton, sementara Filipina menempati peringkat ke-50 dengan 3,68 miliar ton.
Singapura yang dikenal sebagai negara maju, menghasilkan 2,19 miliar ton CO2 dan berada di peringkat ke-65, sedangkan Myanmar menyumbang 674,13 juta ton dan menempati posisi ke-95.
Brunei Darussalam, meskipun kecil, menghasilkan 401,40 juta ton CO2 dan berada di peringkat ke-105. Diikuti oleh Kamboja di peringkat ke-114 dengan 107,14 juta ton, serta Laos di peringkat ke-115 dengan 199,71 juta ton.
Sementara Timor Leste, sebagai salah satu negara terkecil di Asia Tenggara, menghasilkan 10,86 juta ton CO2 dan berada di peringkat ke-178.
Indonesia sendiri sudah meratifikasi Protokol Kyoto, sebuah perjanjian internasional yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), termasuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oxide (N2O), sulfur hexafluoride (SF6), chlorofluorocarbons (CFC), dan perfluorocarbons (PFCs).