RINDANG, MOROWALI | Menyebut Kabupaten Morowali, kebanyakan orang akan membayangkan industri tambang nikel yang menguasai daerah itu. Namun di daerah itu ada sebuah desa yang tetap menjaga ekosistem pesisirnya.
Desa itu bernama Desa Matansala di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali. Desa pesisir itu hingga kini masih menjaga ekosistem hutan mangrove seluas 24 hektare, yang tampak menjadi benteng pembatas antara desa dengan perairan.
Hutan mangrove itu bahkan menjadi salah satu sumber ekonomi desa tersebut karena juga menjadi objek wisata yang dikelola warga.
Cukup membayar Rp5000 pengunjung bebas menjelajahi area hutan mangrove nan asri itu. Di dalamnya telah terbangun area tracking sepanjang 100 meter.
Ada pula fasilitas menara tinggi yang bisa digunakan pengunjung melihat luas kawasan hutan itu dari ketinggian.
Pengunjung juga bisa memanfaatkan perahu yang disediakan warga untuk mengelilingi kawasan itu. Jernihnya air menjadi daya tarik lain yang memanjakan mata pengunjung karena bisa melihat ikan-ikan yang menjadikan hutan mangrove itu sebagai habitatnya.
Menariknya warga setempat mengaku membangun kawasan wisata mangrove tersebut tanpa menebang satupun pohon.
“Area tracking juga kami bangun menyesuaikan dengan jalur perlintasan alami,” Kepala Dusun 1 Desa Matansala, Hermanto Mursid Boli menceritakan.
Wisata mangrove di desa itu dibangun tahun 2019 dan dibuka tahun 2020. Hebatnya pendanaannya bersumber dari dana desa.
Desa Matansala sendiri dijuluki sebagai Desa Mangrove. Sebabnya dari sekitar 2.500 hektare luas desa itu, sebanyak 80 persennya adalah hutan mangrove.
Lestarinya hutan mangrove di desa itu juga membawa manfaat bagi warga setempat yang mayoritas adalah nelayan. Selain ekosistem yang terjaga, ikan-ikan juga masih terjaga.