Hutan Adat di Ngata Toro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. (Foto: Heri/ rindang.ID)

Signifikansi Hutan Adat di Sigi, Pengakuan Kearifan Lokal untuk Hutan Lestari

SIGI, rindang.ID | Sebagai kabupaten lestari, masyarakat adat di Sigi mendapat pengakuan yang signifikan dari pemerintah daerah.

Pengakuan eksistensi masyarakat adat di Kabupaten Sigi bisa dilihat dari luasan Hutan Ada yang mendapat pengakuan pemerintah.

Di Provinsi Sulawesi Tengah hingga tahun 2024 Kabupaten Sigi menjadi daerah dengan jumlah luasan hutan adat terbesar.

Dari enam kawasan hutan adat di Sulteng yang mendapat pengakuan pemerintah, lima di antaranya ada di Kabupaten Sigi.

Hutan adat itu yakni Hutan Adat Marena, Hutan Adat Huakaa Topo Ada To Masewo, Hutan Adat Suaka Katuwua Tolindu, Hutan Adat Moa, dan Hutan Adat Ngata Toro. Jumlah luasan kawasan Hutan Adat keseluruhan di Sigi itu mencapai 11.289 hektare.

Satu kawasan Hutan Adat lainnya di Sulteng berada di Kabupaten Morowali Utara yakni Wana Posangke seluas 6.212 hektare.

Pengakuan Hutan Adat merupakan penghargaan terhadap hak masyarakat adat, kearifan lokal, dan peran mereka dalam menjaga kelestarian hutan. Pengakuan ini tidak hanya penting untuk masyarakat adat itu sendiri, tetapi juga untuk keberlanjutan lingkungan dan pembangunan daerah secara keseluruhan.

Tokoh Perempuan Adat Ngata Toro, Rukmini Paata Toheke menilai pengakuan hak masyarakat adat atas hutan juga menunjukan keberpihakan pemerintah daerah terhadap nilai-nilai luhur.

Pemerintah daerah memainkan peran penting dalam penetapan hutan adat, terutama dalam proses pengusulan dan verifikasi hingga terbitnya Surat Keputusan (SK) hutan adat.

“Bagi kami, penetapan hutan adat merupakan sebuah kemenangan karena kami punya akses mengelola hutan dengan kearifan dan pengetahuan yang kami miliki,” kata Rukmini.

Pengakuan Hutan Adat di Kabupaten Sigi sendiri menjadi semacam kebutuhan dalam upaya memastikan hutan tetap lestari dengan pelibatan masyarakat.

Sebabnya, lebih dari 76 persen wilayah Sigi adalah hutan termasuk hutan lindung dan konservasi yang juga menjadi ruang hidup komunitas adat.

Pemberian akses pengelolaan hutan tidak hanya membuat masyarakat adat terlibat dalam upaya pelestarian namun juga memastikan mereka mendapat manfaat ekonomi tanpa merusak hutan seperti dari memanfaatkan rotan, damar, madu hutan hingga produk-produk kerajinan.

“Penetapan hutan adat ini sejalan dengan komitmen Sigi sebagai kabupaten lestari. Hanya sekitar 26 persen wilayah budidaya di Sigi. Tanpa Hutan Adat masyarakat sekitar kawasan hutan akan sulit mendapat kesejahteraan dan sumber ekonomi,” Bupati Sigi, Mohamad Irwan mengatakan. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top