Perempuan adat atau Tina Ngata Toro, Rukmini Paata Toheke berdiri di depan Rumah Adat 'Lobo'. (Foto: Heri/rindang.id)

RINDANG, SIGI | Salah satu warisan kearifan lokal yang masih dijaga masyarakat adat hingga kini adalah rumah adat. Salah satunya Lobo di Ngata Toro, Kabupaten Sigi.

Rumah adat bagi komunitas adat memiliki fungsi sakral, pun dengan masyarakat adat Ngata Toro di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Di sana masyarakat menyebutnya ‘Lobo’.

Lobo adalah rumah panggung dengan bentuk empat persegi panjang dan memiliki beberapa tapak batang kayu atau kaki yang mengangkatnya.

Rumah Adat ‘Lobo’ yang ada di Dusun 1 Ngata Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi. (Foto: Heri/rindang.id)

Sebagai atapnya digunakan berbagai bahan alam. Ada yang menggunakan sirap atau potongan-potongan kayu yang disusun, ada pula yang menggunakan ilalang yang disusun dan dirajut.

Pada dinding bawah digunakan kayu-kayu bulat yang disusun dan diikat menggunakan tali rotan. Sedangkan dinding atas terdapat lembaran papan yang juga diikat rotan.

Bagian penutup dinding atas digunakan kayu bulat sebagai penahan orang yang duduk dan bersandar.

Untuk memasukinya digunakan tangga dari kayu yang ditempatkan di bagian tengah.

Masyarakat adat Ngata Toro saat mengikuti kegiatan yang diadakan di Lobo. (Foto: Heri/rindang.id)

Fungsi Lobo sangat sakral bagi masyarakat adat Ngata Toro yang memegang prinsip ‘Maroho Ada Manimpu Ngata’ yang berarti adat yang kuat, negeri (ngata) amam dan damai.

Segala keputusan adat baik menyangkut hubungan dengan alam atau Katuwua dan Hintuwu atau hubungan dengan sesama warga dihasilkan dari dalam Lobo. Termasuk peradilan adat juga sanksi adat bagi warga pelanggar aturan.

“Semua keputusan adat kami bahas melalui musyawarah adat atau Libubohe di Lobo,” Tina Ngata Toro (ibu perempuan adat), Rukmini Paata Toheke menjelaskan.

Ngata Toro adalah sebuah desa adat di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi yang berada di sebelah selatan Kota Palu.

Desa yang di kelilingi Taman Nasional Lore Lindu bisa dikunjungi dengan berkendara selama 3 jam.

Desa yang punya luas sekitar 22 ribu hektare itu juga menjadi desa wisata yang menawarkan daya budaya dan kelestarian alam sebagai daya tariknya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *