Tepi sungai yang dipenuhi kayu gelondongan usai banjir bandang di Kecamatan Toribulu, Kabupaten Parigi Moutong. (Foto: Agus/ rindang.id)

RINDANG, PALU | Perubahan iklim dalam beberapa tahun kedepan disebut makin terasa di Sulawesi Tengah dengan terjadinya peningkatan hujan dan suhu udara yang signifikan.

Proyeksi Klim 2032-2040 yang dibuat BMKG berdasarkan data MIROC5 (RCP4.5) menyebut pada periode tersebut wilayah Sulawesi Tengah rata-rata akan mengalami perubahan cuaca signifikan baik potensi curah hujan maupun suhu.

Peningkatan Hujan Lebih Dari 20 Persen

Proyeksi perubahan curah hujan musiman periode 2032-2040 terhadap periode 2006-2014 menunjukkan periode Desember, Januari, Februari (DJF) potensi penambahan hujan sekitar 40 persen terjadi di Kabupaten Donggala, Sigi, Poso, Morowali Utara, Tojo Unauna, dan Banggai.

Periode Maret, April, Mei (MAM) peningkatan hujan 30 sampai 40 persen diprakirakan terjadi di Parigi Moutong, Donggala, Sigi, Poso, Tojo Unauna, Banggai, dan Morowali.

Di bulan Juni, Juli, Agustus (JJA) hujan meningkat 20 sampai 40 persen di Tolitoli, Parimo, Palu, Sigi, dan Poso.

Sementara pada September, Oktober, November di Tolitoli, Donggala, Parimo, Palu, Poso, dan Morowali peningkatan hujan yang terjadi 30 sampai 40 persen.

Peningkatan Signifikan Suhu Udara

Selain curah hujan, Proyeksi Klim 2032-2040 itu juga memprakirakan akan terjadi peningkatan suhu udara harian dari rata-rata yang terjadi saat ini. Bahkan disebut tergolong signifikan.

Di wilayah tapal kuda Teluk Palu dan Pesisir Barat Donggala potensi peningkatan suhu rata-rata harian mencapai lebih dari 1 persen.

Tolitoli, Palu, Sigi, Donggala, Poso, Tojo Unauna peningkatan suhu yang terjadi diprakirakan mencapai 0,5 sampai 1.0°C.

“Ini artinya jika suhu udara rata-rata Kota Palu saat ini 27.2°C maka di tahun 2040 suhu rata-rata diprediksi lebih dari 28.2°C,” Kepala Stasiun Pemantau Global Atmosfer Lore Lindu Bariri, Asep Firman Ilahi menjelaskan.

Mitigasi dan Adaptasi

Perubahan Iklim yang signifikan itu juga berpotensi menimbulkan kerentanan bahkan bencana seperti banjir dan kekeringan yang dapat berdampak pada ketahanan pangan jika semua pihak tidak menyiapkan langkah mitigasi.

Mitigasi dan adaptasi yang bisa dilakukan di antaranya adalah penggunaan energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, penambahan dan penguatan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH), penghalang banjir, dan penghematan air dan energi.

Asep mengingatkan 7 sektor yang mesti mendapat intervensi untuk mengurangi kerentanan dan dampak perubahan iklim itu yakni perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, pesisir dan pulau, sumber daya air, serta pengelolaan energi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *