Sampul laporan Pemain Energi Kotor di Transisi Bersih. (©Koalisi Transisi Bersih)

Koalisi Transisi Bersih: Enam Grup Usaha Energi Kotor Kuasai Proyek Transisi Energi

JAKARTA, rindang.ID | Koalisi Transisi Bersih mengidentifikasi enam grup usaha yang memegang peran besar dalam proyek transisi energi ternyata juga menjalankan bisnis energi kotor. Keenam grup tersebut adalah Barito Pacific, Adaro, Medco, Wilmar, Jhonlin, dan Sinar Mas.

Temuan ini disampaikan dalam peluncuran riset “Pemain Energi Kotor di Transisi Bersih” di Jakarta, Senin (6/10/2025). Koalisi yang terdiri dari Satya Bumi, Trend Asia, Sawit Watch, SPKS, Greenpeace, dan Walhi menilai pendekatan transisi energi Indonesia tidak mengarah pada transformasi sistem tata kelola energi, melainkan hanya pergantian teknologi.

Manajer Kampanye Satya Bumi Sayyidatiihayaa Afra menyatakan transisi energi yang mengandalkan korporasi besar dengan bisnis energi kotor berpotensi memunculkan kerentanan korupsi dan pembajakan kebijakan.

“Transisi energi sebagai urusan publik mengandalkan eksistensi korporasi besar dengan bisnis energi kotornya. Kerentanan korupsi dan pembajakan kebijakan berpotensi besar terjadi,” ujar Hayaa.

Riset mengungkap pola kerja bisnis energi kotor yang dekat dengan perampasan lahan, pelanggaran HAM, dan perusakan lingkungan terus terjadi. Di Kampung Cibitung, Pengalengan, Jawa Barat, satu kampung hilang akibat ledakan pipa PLTP Wayang Windu milik PT Star Energy yang diakuisisi Grup Barito Pacific pada 2014.

Di Kalimantan Utara, proyek PLTA Kayan Mentarang yang dikelola Grup Adaro berencana menenggelamkan lahan seluas 22.604 hektare. Diperkirakan 541 keluarga akan kehilangan tempat tinggal dan lahan perkebunan.

Koalisi menemukan setidaknya 28 individu yang memenuhi kriteria Politically Exposed Persons (PEPs) berdasarkan UNCAC dan Peraturan OJK 01/2017 di balik enam grup usaha tersebut. Jabatan individu dalam jejaring PEPs sangat strategis, meliputi pemangku kepentingan di eksekutif, yudikatif, dan aparat penegak hukum.

“Ada potensi PEPs di balik transisi energi membantu memuluskan bisnis-bisnis transisi energi ini. Misalnya Wilmar yang terlibat korupsi ekspor biodiesel,” kata Hayaa.

Di Grup Barito, Medco, Wilmar disebut terdapat sejumlah nama pejabat penting di pemerintahan. Barito bermitra dengan Danantara dan salah satu unit usahanya, Barito Pacific Timber, mendapat pembiayaan dari PT Taspen sebesar Rp375 miliar. Grup Medco mendapat pendanaan dari BPDLH sebesar Rp65 miliar.

Grup Wilmar menerima subsidi dari kebijakan biodiesel B40 sebesar Rp56,6 triliun sepanjang 2015-2023. Wilmar merupakan perusahaan yang terlibat kasus korupsi minyak mentah (CPO) dan merugikan negara hingga Rp11 triliun.

Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza menyatakan dalam konsep demokratisasi energi, masyarakat bisa mengelola energinya sendiri alih-alih menjadi monopoli elit. “RUED yang sudah sangat regional bahkan tidak memasukkan sistem pengelolaan energi berbasis komunitas,” ujarnya.

Wakil Ketua KPK 2015-2019 La Ode M Syarif mengingatkan kendati bisnis energi membutuhkan modal besar, individu yang teridentifikasi sebagai PEPs tidak seharusnya melanggengkan praktik yang melanggar hukum dan etika.

“Energi terbarukan seharusnya menjadi clean energy, energi yang bersih. Jangan dikotori dengan kerusakan lingkungan, dengan korupsi. Just energy transition, transisi energi yang adil, bagi semua, khususnya bagi orang-orang yang terdampak langsung,” ujar La Ode. (bmz)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top