Endang dan Rita, pengurus Bank Sampah Talise di Universitas Tadulako usai menyosialisasikan bahaya sampah plastik, Jumat (3/10/2025). (Foto: Heri/rindang.ID)

Kisah Kelompok Perempuan Talise Melawan 15 Ton Timbulan Sampah Plastik Sehari di Palu

PALU, rindang.ID | Dikelola oleh kelompok ibu rumah tangga, Bank Sampah Talise menjadi inspirasi gerakan lingkungan di Palu. Meski menghadapi keterbatasan, komunitas ini terus berjuang menekan timbunan sampah plastik dari akar rumput.

Di tengah meningkatnya tumpukan sampah plastik di Kota Palu, sekelompok ibu rumah tangga di Kelurahan Talise memilih untuk tidak berpangku tangan. Mereka mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang botol plastik dari rumah warga.

Dari tangan-tangan perempuan ini, lahirlah Bank Sampah Talise, sebuah gerakan inspiratif yang pelan tapi pasti menekan volume sampah plastik di lingkungan mereka. Semuanya ibu-ibu yang jadi pengurus.

Kesadaran kolektif ini muncul di tengah situasi yang mendesak. Timbulan sampah plastik sekali pakai di Kota Palu berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu terbilang besar bahkan mencapai 10 persen dari total timbulan sampah harian yang mencapai sekitar 150 ton.

Jika dirata-ratakan, berarti sekitar 15 ton sampah plastik sekali pakai dihasilkan setiap hari di Kota Palu. Jumlah tersebut belum sebanding dengan ketersediaan fasilitas pengolahan plastik yang masih terbatas di kota ini.

Bank Sampah Talise lahir dari kesadaran sederhana bahwa kebersihan lingkungan harus dimulai dari rumah.

Emak-emak pengurus Bank Sampah Talise saat menerima setoran sampah plastik dari warga. (Foto: Heri/ rindang.id)

Dengan sistem tabungan, warga yang menyetor minimal 20 kilogram botol plastik akan mendapatkan buku tabungan khusus. Untuk awal uangnya bisa diambil setelah tiga bulan.

Awalnya, sistem penukaran dilakukan dengan sembako. Namun, skema itu diubah menjadi tabungan uang tunai agar lebih fleksibel.

“Warga lebih senang uang. Tapi yang penting, mereka jadi terbiasa memilah plastik dari rumah,” kata Endang, Ketua Bank Sampah Talise, Jumat (3/10/2025).

Kini, jumlah nasabah Bank Sampah Talise sudah mencapai 167 orang, ditambah lima kelompok tetap dan empat sekolah yang aktif menyetor sampah. Mayoritas anggotanya adalah ibu rumah tangga.

“Ibu-ibu lebih tahu jenis sampah dari dapur, jadi mereka yang paling mudah diajak,” ujar Rita, bendahara sekaligus sekretaris kelompok.

Keberhasilan Bank Sampah Talise tak hanya diukur dari jumlah botol yang terkumpul, tetapi dari penurunan drastis volume sampah plastik di wilayah Talise.

Kata Endang, awalnya kelompoknya bisa menimbang lebih dari satu ton setiap bulan, bahkan pernah 1,5 ton. Sekarang paling banyak 300 kilogram.

Penurunan ini bukan karena partisipasi menurun, tapi karena kesadaran warga meningkat.

“Kalau sampah makin sedikit, berarti orang sudah mulai mengurangi plastik dari rumah,” katanya.

Bahkan diakui Endang saat ini botol plastik mulai sulit didapat.

Selain menabung sampah, ibu-ibu Talise juga berinovasi dengan produk daur ulang seperti tas, sofa, dan wadah rumah tangga dari botol bekas.

Bahkan, mereka pernah berinovasi dengan menyediakan layanan isi ulang sabun cuci untuk mengurangi sampah plastik baru dari kemasan produk.

Namun, di balik kreativitas itu, ada tantangan besar yang mereka hadapi.
Kendala utama adalah pemasaran produk daur ulang.

“Masyarakat belum banyak tertarik. Mereka lebih suka barang impor yang murah, belum melihat nilai seni dan perjuangan kami,” ujar Endang.

Selain itu, keterbatasan lahan dan pendampingan juga menjadi persoalan. Saat ini mereka beroperasi di lahan sewaan yang sempit di dalam kawasan Hutan Kota Palu.

Meski menghadapi banyak keterbatasan, semangat ibu-ibu Bank Sampah Talise tidak padam. Mereka masih rutin melakukan sosialisasi, mendatangi sekolah, dan mengajarkan anak-anak tentang bahaya mikroplastik.

Yang terbaru mereka menyosialisasikan bahaya sampah plastik di Universitas Tadulako. Bahkan mereka bermitra dengan Fakultas Fisip untuk mengelola sampah plastik yang timbul di lingkungan kampus itu. Tujuan mereka sederhana, yakni membangun budaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di kalangan warga.

Kini, setelah dua tahun berjalan, Bank Sampah Talise bukan hanya tempat pengumpulan botol bekas, tapi juga simbol gerakan perubahan sosial di Palu. Sebuah bukti bahwa langkah kecil dari komunitas bisa melahirkan dampak besar bagi lingkungan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top