Aneka Ikan Langka nan Unik dan Endemik Sulawesi Tengah

Rindang.ID | Sebagai pulau terbesar di dalam garis Wallacea, Sulawesi punya endemisitas tinggi pada jenis-jenis ikan air tawarnya yang belum banyak dikenal, termasuk dari Sulawesi Tengah.

Garis Wallace adalah garis imajiner yang menjadi batas yang memisahkan fauna tipe Asiatis dan fauna tipe peralihan. Mengutip laman Britannica, garis Wallace adalah batas antara kawasan fauna Oriental dan Australia yang diusulkan naturalis Inggris abad ke-19, Alfred Russel Wallace.

Garis itu membentang dari Selat Lombok hingga Selat Makassar, Laut Sulawesi, dan Kepulauan Sangihe. Dan Sulawesi menjadi pulau terbesar di dalamnya yang menyimpan aneka flora dan fauna endemik, termasuk jenis-jenis ikan air tawar.

Keanekaragaman ikan air tawar dengan endemisitas tinggi itu juga ditemukan di Sulawesi Tengah.

Adalah ekspedisi dan penelitian yang dilakukan Abdul Gani, Dosen Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Luwuk yang menemukan beberapa ikan air tawar asli bahkan endemik Sulawesi tersebut.

Berikut beberapa jenis ikan langka yang berhasil ditemukan tim ekspedisi tersebut sejak tahun 2018:

Lentipes Whittenorum dan 18 Gobi Langka di Banggai

Lentipes Whittenorum, salah satu jenis ikan Gobi yang ditemukan di Sungai di Kabupaten Banggai. (Foto: Dok. Abdul Gani)

Ikan ini adalah ikan Gobi sub famili sicydiinae dan ditemukan oleh tim tersebut saat mengeksplorasi beberapa sungai di Kapupaten Banggai.

Ikan ini berwarna cerah dan berpotensi menjadi komoditas pasar yang menjanjikan jika dikembangbiakan, terutama bagi penghobi ikan hias.

Selama eksplorasi di sungai-sungai di wilayah itu Gani dan timnya menemukan 8 jenis dari 4 genus yang ditemukan di Sungai Koyoan, yaitu genus Sicyopterus, Sicyopus, Stiphodon, dan Lentipes.Sedangkan di Sungai Biak 10 jenis ditemukan yang terdiri atas 7 genus, yaitu Sicyopterus, Stiphodon, Schismatogobius, Awaous, Stenogobius, Eleotris, dan Belobranchus.

“Ada 1 jenis ikan gobi yang ternyata juga merupakan spesies endemik Sulawesi Tengah, yaitu Lentipes Mekonggaensis yang ditemukan di Sungai Koyoan,” kata Gani, Selasa (8/10/2024).

Oryzias Bonneorum si Penghuni Danau Purba

Di tahun 2018 pula Gani dan tim ekspedisinya menemukan Oryzias Bonneorum, jenis ikan yang langka dan endemik yang lama tidak terlihat di Danau Lindu, Kabupaten Sigi.

Danau itu merupakan danau purba yang juga masuk kawasan TN Lore Lindu.International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List menyebut ikan ini tergolong ke dalam kategori Endangered (En), di mana suatu spesies dapat mengalami resiko kritis dan dapat mengalami kepunahan di alam liar dalam waktu dekat.

Ikan ini pertama kali dideskripsikan oleh Parenti pada tahun 2008 berdasarkan spesimen yang diawetkan sejak tahun 1939. Sayangnya belum banyak catatan ilmiah mengenai ikan ini.

Oryzias Kalimpaaensis, Penghuni Telaga 1700 MDPL

Oryzias Kalimpaaensis, Endemik Telaga Tambing. (Foto: Dok. Abdul Gani)

Oryzias Kalimpaaensis adalah ikan yang teridentifikasi Endemik Telaga Tambing atau Rano Kalimpaa, sebuah telaga di ketinggian 1700 MDPL di Kabupaten Poso yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

Gani dan timnya menemukan ikan itu pada 2020. Pada tahun 2022 dilakukan analisa morfologi dan molekular (DNA). Pendeskripsian dilakukan dengan berkolaborasi bersama beberapa peneliti dalam maupun luar negeri yang spesifik di bidang tersebut.

“Hasilnya dipastikan benar ikan itu adalah spesies baru yang hanya berada di Danau Kalimpa’a Sulawesi Tengah alias endemik,” Gani menjelaskan.

Ciri khas ikan itu yakni memiliki sirip perut (pelvic fin brooder) yang berfungsi sebagai tempat melekatkan dan melindungi telur-telurnya hingga menetas.

Sirip perut ini hanya dimiliki oleh jenis Oryzias yang hanya ditemukan di Sulawesi, seperti O. sarasinorum dari Danau Lindu, O. eversi dari Rantepao, Tana Toraja dan A. oophorus, A. poptae, A. kryuti, A. roseni dari Danau Poso.

Mengenai penemuan ikan-ikan langka dan endemik di Sulawesi Tengah itu, Gani mengungkapkan tugas menjaga keberlangsungan hidup fauna yang menjadi kekayaan alam mesti menjadi tugas semua pihak.

“Salah satunya dengan menyosialisasikannya kepada masyarakat setempat berupa pengenalan flora dan fauna yang harus dijaga. Di antaranya tidak membuang sampah sembarang, tidak melakukan over fishing, penanaman kembali serta membuat papan informasi terkait spot habitat,” kata Gani.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top