RINDANG, PALU | Taman Baca Masyarakat (TBM) Buluri, Palu dan Komunitas Hutan Terakhir (Kathari) menginisiasi gerakan literasi untuk melawan pertambangan.
Gerakan ini dilakukan dengan cara membuka donasi buku bekas, buku baru, kemudian buletin lembaga yang berkaitan dengan lingkungan hidup, pertambangan dan lainnya.
Mayong Pratama, Ketua TBM Buluri mengatakan, buku seringkali diabaikan di masa sekarang bahkan mungkin dianggap kuno. Tetapi baginya, buku adalah sumber pengetahuan, tidak peduli fisiknya.
Gerakan literasi itu salah satunya mengumpulkan buku-buku tang terkait dengan lingkungan. Menurutnya, itu sengaja dilakukan agar referensi untuk melawan pertambangan yang melingkupi wilayahnya dapat diperkaya.
Seperti banyak disorot, tidak hanya oleh warga setempat tetap juga warga lainnya yang melintas di wilayahnya, persoalan lingkungan menjadi utama di kawasan TBMnya itu. Debu, becek, jalan yang rusak adalah bagian-bagian yang tak tuntas.
Berbagai aksi sudah dilakukan, namun hasilnya tidak optimal. Sehingga menurutnya perlu memperkaya diri dengan pengetahuan tentang lingkungan agar ketika bergerak dapat mengidentifikasi persoalan lingkungan dengan aktivitas pertambangan, terutama hak-hak sebagai warga yang berdiam di lingkar tambang.
Sementra itu, menurutnya, menumbuhkan minat baca melalui buku menjadi tantangan di era digital seperti saat ini.
“Tapi hal itu tidak membuat kami putus asa. Kami ingin menghadirkan buku di tengah masyarakat terutama di lingkup pertambangan,” Kata Mayong, Senin (15/7/2024)
Ia menyatakan keniginannya, dengan adanya gerakan literasi ini, ingin pula membuka perpustakaan warga. Mayong juga berharap donasi buku ini direspon publik dengan baik.
Arman selaku dinamisator Kathari mengungkapkan bahwa membaca adalah melawan.
“Apa yang kita lawan?,” tanya Arman. Yang dilawan adalah ketidaktahuan terhadap apa yang ada di sekitar kita, tak terkecuali lingkungan dalam kaitannya dengan pertambangan.
“Dengan membaca buku-buku kita banyak mendapatkan referensi terkait hak kita sebagai warga lingkar tambang,” ungkap dia.
Harapannya gerakan literasi yang dilakukan bisa mendidik perlawanan sebaik mungkin. Memperbanyak referensi tentang lingkungan hidup dan pertambangan bertujuan memperkuat perspektif hukum warga terkait dengan hak-hak yang tidak boleh diabaikan oleh perusahaan.
“Sebagai warga kita berhak atas udara yang bersih dan sehat kemudian kita juga berhak atas sumber mata air yang tetap terjaga kelestariannya,” terang dia. (bmz/*)