RINDANG, MORUT | Konflik antara satwa liar dan manusia terjadi di Kabupaten Morowali Utara (Morut). Berubahnya kondisi hutan karena pertambangan nikel diduga jadi sebabnya.
“Bagi kami ketika satwa liar sudah keluar hutan dan memasuki permukiman warga maka itulah konflik,” kata Laode Rahman, Kepala Resort I BKSDA Tokobae-Morowali kepada rindang.id, Sabtu (22/6/2024).
Rahman menjelaskan itu berkaitan dengan kasus sekelompok satwa liar, Macaca Ochreata atau Monyet Digo yang kini kerap memasuki permukiman warga Desa Bungintimbe, Kabupaten Morowali Utara.
Kasus terbaru terjadi pada 13 Juni lalu. Sepuluh ekor satwa endemik Sulawesi itu mencari makan di permukiman desa tersebut.

Merespon itu di sekitar desa tersebut petugas BKSDA telah memasang papan informasi tentang larangan perburuan dan memberi makan agar satwa yang dilindungi itu meninggalkan permukiman.
Hingga kini kata Rahman kasus serupa masih kerap terjadi di desa itu. Hanya saat hujan kawanan monyet Sulawesi itu tidak terlihat di jalanan.
Kondisi hutan di sekitar desa yang telah berubah disebut Rahman turut memengaruhi perubahan perilaku satwa liar. Di sana ada PT Bumanik, perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi yang disebut Rahman juga berkontribusi pada perubahan itu.
“Ada perubahan ekosistem hutan dan berkurangnya makanan satwa liar di ruang jelajah mereka (satwa),” Rahman menjelaskan.

Penyusutan wilayah jelajah satwa juga jadi sebab Monyet Digo turun ke jalan.
Pemeriksaan lebih jauh tentang perubahan habitat, populasi, serta kondisi satwa itu di hutan desa lingkar tambang untuk mencari solusi dari kasus itu penting dilakukan pihak terkait. Sayangnya hal itu urung dilakukan karena ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Bumanik.
“Kami tidak bisa masuk ke wilayah IUP, sedikit banyak menyulitkan petugas untuk penanganan. Apalagi kawasan itu bukan wilayah konservasi. Kewenangan kami hanya pengawasan satwa,” Rahman memungkasi.