Pohon Dracontomelon Mangiferum berukuran besar yang ada dalam Hutan Ranjuri di Desa Beka, Sigi. (Foto: Amar/rindang.id)

RINDANG, SIGI | Hutan sebagai pelindung benar-benar dirasakan oleh warga Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Di sana ada Hutan Ranjuri yang dilestarikan turun temurun.

Kita sering mendengar istilah “jaga alam, maka alam akan jaga kita”. Dan benar adanya. Cerita dari Desa Beka telah membuktikannya.

Penjaga desa di Kecamatan Marawola, Sigi itu bernama Hutan Ranjuri yang berjasa melindungi warga dari bencana alam.

Banjir bandang tahun 1997, likuefaksi akibat gempa 2018, serta terjangan material batu akibat banjir tahun 2021, hutan itu meminimalkan warga desa terdampak terutama yang ada di Dusun II dan III.

Akar-akar pohon Hutan Ranjuri mengikat kuat tanah dan vegetasi yang ditumbuhi pohon-pohon tegak dan kuat menjadi pagar yang menahan bebatuan serta lumpur dari pegunungan yang mengarah ke desa saat banjir bandang datang.

“Saya tidak bisa bayangkan batu-batu dan air yang menerjang desa jika tanpa hutan itu yang menahan,” Kepala Desa Beka, Mohammad Fitrah menceritakan.

Hutan Ranjuri di Desa Beka, Kabupaten Sigi. (Foto: Amar/rindang.id)

Hingga kini sisa-sisa meterial banjir yang tertahan masih tampak di hutan tersebut.

Nama Hutan Ranjuri berasal dari Bahasa Kaili; ransyuuri yang berarti masuk hutan pohon syuri atau orang banyak menyebutnya pohon Rao atau pohon Kaili.

Pohon Rao menjadi ikon dan identik dengan hutan Ranjuri lantaran terdapat beberapa yang berukuran besar dan berusia ratusan tahun.

Selain menjadi habitat pohon bernama latin Dracontomelon Mangiferum, Ranjuri juga menjadi tempat berbagai tanaman perdu dan pepohonan lain seperti beringin. Di sana terdapat pula mata air yang masih dimanfaatkan warga untuk kebutuhan air bersih.

Kelestarian Ranjuri hingga kini tak lepas dari kearifan lokal yang terus diturunkan dari generasi ke generasi Desa Beka termasuk larangan-larangan yang masih dipegang sampai sekarang.

Cerita-cerita mistis tentang Ranjuri juga masih kental di desa itu. Fitrah mencontohkan ada larangan untuk aktivitas memasak dalam hutan yang dipercaya warga yang punya pesan baik untuk masa depan hutan karena bisa mencegah kebakaran lahan.

“Ada semacam perjanjian tidak tertulis oleh masyarakat tentang kearifan lokal dan konsensus untuk menjaga Ranjuri secara norma dan budaya,” kata Fitrah.

Berkat kelestarian dan kisah epiknya Ranjuri kini menarik banyak perhatian warga bahkan peneliti.

Situasi itu juga menumbuhkan harapan warga setempat, agar Ranjuri tetap lestari dan memberi manfaat ekonomi bagi warga.

“Kami berharap Ranjuri tetap bisa memberi fungsi ekologi dan bermanfaat ekonomi, seperti dibuat hutan edukasi,” Fitrah berharap.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *