Target Pertumbuhan Ekonomi Prabowo Berpotensi Makin Memperburuk Kondisi Lingkungan

Jakarta, rindang.ID | Target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dijanjikan pemerintahan Prabowo – Gibran disebut berpotensi memperburuk kondisi lingkungan, terlebih pertumbuhan ekonomi itu juga menjadikan industri nikel sebagai penopang utamanya.

Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hamdan Hamedan mengatakan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen yang dicanangkan Prabowo-Gibran adalah target yang telah dikaji dan bisa dicapai meski bertahap.

Industri nikel dan hilirisasinya menurut dia adalah salah satu sektor yang mampu menopang target tersebut. Kontribusi hilirisasi nikel selama ini menurut Hamdan telah terbukti mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah maupun secara nasional, terlebih Indonesia merupakan pemain utama penghasil nikel global.

Hamdan mencontohkan tahun 2015 nilai ekspor nikel Indonesia hanya Rp45 triliun, namun kebijakan hilirisasi membuat nilainya melonjak menjadi Rp520 triliun pada 2023.

“Indonesia punya kekayaan sumber daya alam yang dibutuhkan secara global yang nilai ekspornya bisa lebih tinggi terutama nikel,” kata Hamdan dalam dialog di Inews tv, Selasa malam (22/10/2024).

Menanggapi itu, Peneliti Ekonomi dari BRIN, Maxensius Tri Sambodo mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dan melakukan kajian terhadap banyak aspek di sekitar industri pertambangan terutama nikel sebelum menggenjotnya sebagai penopang pertumbuhan ekonomi. Dampak lingkungan dan sosial di antaranya.

Pemerintah diingatkan untuk tidak semata melihat pertumbuhan ekonomi sebagai peningkatan angka.

“Harus hati-hati. Yang terpenting adalah kualitas pertumbuhan ekonominya terutama aspek lingkungan dan pemerataan,” kata Maxensius.

Kritik atas pemerintah yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa mengedepankan perlindungan lingkungan oleh pemerintah sebelumnya juga disuarakan oleh koalisi organisasi masyarakat sipil yang menggelar konferensi nasional mineral kritis di Kota Palu pada 9 Oktober 2024 lalu.

Direktur Indonesia Cerah, Agung Budiono menilai ”karpet merah” untuk industri nikel membangun PLTU justri tidak sejalan dengan komitmen transisi energi pemerintah yang menarget net zero emisi pada 2060. Sebaliknya PLTU-PLTU batubara yang dibangun perusahaan nikel berkontribusi besar pada pencemaran udara yang berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar kawasan pertambangan.

“Bahkan masifikasi produksi nikel menjadi konsekuensi dari target ekonomi itu yang juga berpotensi dibarengi dengan pembangunan PLTU-PLTU baru,” kata Agung.

Pemerintahan baru diminta menggunakan perspektif perlindungan lingkungan untuk Tata kelola sektor industri yang menjadi penopang utama ekonomi, agar pertumbuhan ekonomi tidak semakin memperburuk kondisi lingkungan yang justru mengancam masyarakat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top