PALU, RINDANG | Warga di dua kelurahan di Kota Palu, Mamboro dan Mamboro Barat tengah membangun harapan menjadi kampung adaptif iklim.
Mamboro dan Mamboro Barat. Dua kelurahan bertetangga yang ada ke Kecamatan Palu Utara, Kota Palu itu sempat sohor lantaran menjadi dua wilayah yang terdampak parah tsunami yang terjadi 2018 silam.
Fragmen itu menjadi salah satu alasan warga di dua kelurahan pesisir itu berupaya mewujudkan mimpi menjadikan kampung mereka sebagai kampung yang adaptif bencana dan terhadap perubahan iklim. Sabtu (17/2/2024) mereka mulai menyusun harapan itu.
“Kami sedang membahas perencenaan bersama untuk Kelurahan Mamboro Barat. Ada tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah, UMKM, mitigasi pesisir dengan karang dan mangrove, sampai tanaman yang cocok untuk di rumah-rumah warga,” Akhmad Usmar salah satu Ketua RT di Mamboro Barat menceritakan, Sabtu (17/2/2024).
Ya, Akhmad dan puluhan warga setempat Sabtu siang melibatkan diri menyusun perencanaan partisipatif untuk kampung mereka. Di antara mereka juga ada sejumlah pegiat lingkungan.
Musyawarah serupa juga terjadi di kompleks penjemuran ikan, Mamboro. Di sana, pengelolaan sumber daya air dan tata kelola area penjemuran ikan jadi bahasan spesifik. Wajar, Mamboro memang identik dengan nelayan yang menggantungkan priuknya juga dari usaha penjemuran ikan. Ikon itu tetap dijaga.
Perencanaan ‘kampung adaptif perubahan iklim’ dari dua kelurahan itu nantinya akan diserahkan langsung ke Wali Kota Palu sebagai kontribusi partisipatif warga dalam upaya mewujudkan ketangguhan terhadap perubahan iklim.
“Kami coba memfasilitasi perencanaan oleh warga dan membantu agar alur perencanaan tetap fokus pada perspektif mitigatif perubahan iklim dengan pendekatan kearifan lokal,” kata Fadli, Koordinator Arsitek Komunitas Palu (Arkom Palu) menjelaskan.
Mitigasi bencana dan perubahan iklim di dua kelurahan itu disebut sudah menjadi kebutuhan bahkan keharusan.
Pihak Kantor Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Lore Lindu Bariri menyebut topografi Mamboro dan Mamboro Barat menjadi salah satu alasan wilayah itu punya kerawanan terdampak langsung perubahan iklim dan berpotensi menjadi bencana.
“Dua kelurahan itu berhadapan langsung dengan laut yang berpotensi menimbulkan dampak langsung. Di sisi lain ada bukit maupun gunung di belakangnya yang jadi pembentuk awan hujan,” Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, Sunardi menjalaskan dalam diskusi yang diinisiasi Arkom Indonesia di Kota Palu, Kamis (15/2/2024).
Dua sungai yang melintasi dua kelurahan itu juga disebut bisa menjadi ancaman.
Perencanaan mitigasi kata Sunardi juga penting untuk dua kelurahan itu lantaran fakta permukaan air laut yang cenderung terus mengalami kenaikan akibat pemanasan global. Hasil riset sejak 1991 sampai 2019 permukaan air laut telah naik 1 sampai 2 MM dan disebut terus terjadi termasuk di Mamboro dan Mamboro Barat.
Laju kenaikan air laut di wilayah itu juga didorong akibat penurunan tanah yang terjadi akibat gempa 2018 lalu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pernah melakukan penelitian dan menemukan bahwa tanah di pesisir Kecamatan Palu Utara termasuk salah satu dari 5 kecamatan di Donggala dan Palu yang mengalami penurunan.
“Kami sudah pernah mengalami hal buruk (gempa dan tsunami). Karena itu perencanaan kawasan ini seperti merencanakan masa depan bersama,” Akhmad memungkasi