Pemilik tambak yang mengoperasikan excavator di kawasan mangrove di Desa Padengo, Kecamatan Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato. (Foto: Yahya untuk rindang.ID).

Laju Konversi Mangrove ke Tambak Mengancam Pesisir Pohuwato, Perlindungan Mendesak!

POHUWATO, rindang.ID | Keberadaan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, semakin terancam akibat ekspansi tambak budidaya.

Salah satu insiden terbaru yang mencerminkan ancaman terhadap ekosistem mangrove terjadi di Desa Padengo, Kecamatan Popayato Barat. Sebuah excavator ditemukan melintasi kawasan hutan lindung mangrove dengan tujuan memperbaiki tambak.

Kejadian itu terjadi saat anggota kelompok konservasi sedang melakukan pengisian polybag untuk pembibitan mangrove. Mereka mendengar suara excavator mendekat ke arah lokasi pembibitan mangrove.

Kelompok konservasi SMART Desa Padengo bersama pemerintah desa segera menghentikan aktivitas tersebut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Ketua kelompok konservasi SMART, Marwan Kokoti, menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak keberadaan tambak, tetapi menekankan pentingnya menjaga kawasan mangrove yang tersisa.

“Dia (pemilik tambak) bilang mau perbaiki empang, yang artinya berpotensi merusak mangrove, karena dia akan lewat di area mangrove,” Kata Marwan saat dikonfrmasi di Padengo, Senin (3/3/2025).

Marwan dan rekan-rekannya ingin memastikan bahwa tidak ada lagi perluasan tambak yang merusak mangrove. Rehabilitasi boleh dilakukan kata dia, tetapi tidak dengan cara yang mengorbankan pohon mangrove.

Insiden ini juga mendapat perhatian dari Kepala Desa Padengo, Ridwan H. Naki, yang berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap kepemilikan tambak dan mencegah aktivitas pengrusakan mangrove.

“Kami akan mengecek dokumen kepemilikan tambak satu per satu agar tidak ada lagi pergeseran pematang atau ekspansi yang merusak lingkungan,” kata Ridwan.

Ia juga menegaskan perlunya segera merumuskan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan mangrove guna memperkuat regulasi yang ada.

Pemilik tambak yang menggunakan excavator mengaku tidak mengetahui bahwa kawasan yang dilintasinya merupakan hutan lindung. Namun, para pegiat lingkungan menegaskan bahwa sekalipun bukan kawasan hutan lindung, mangrove tetap harus dilestarikan karena perannya yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.

Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, luas hutan mangrove di wilayah ini telah berkurang hingga 60 persen, dari total 7.700 hektare yang menutupi 70 persen garis pantai Pohuwato.

Berdasarkan data Yayasan Hutan Biru, luas tambak budidaya di Kabupaten Pohuwato telah meningkat drastis dari 832 hektare pada tahun 1993 menjadi 10.791 hektare pada tahun 2018.

Konversi ini berdampak serius pada ekosistem pesisir, mengurangi luas hutan mangrove hingga hampir separuhnya di beberapa desa, termasuk Padengo.

Mangrove berperan penting dalam melindungi garis pantai dari abrasi, menjadi habitat bagi berbagai spesies laut, serta menyerap karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Oleh karena itu, upaya pelestarian hutan mangrove harus terus diperkuat melalui kebijakan yang tegas dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.

Insiden di Padengo menjadi peringatan bahwa tanpa tindakan nyata, hutan mangrove di Pohuwato bisa semakin tergerus.

Sinergi antara pemerintah, kelompok konservasi, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan bahwa ekosistem ini tetap lestari demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang.

Penulis: Yahya M Ilyas

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top