Aktivitas PETI di Kelurahan Poboya, Kota Palu. (Foto: Heri/rindang.id)

PALU, rindang.ID | Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kota Palu masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan yang belum tertangani hingga kini.

PETI sendiri telah marak terjadi di sejumlah daerah di Sulteng, termasuk di wilayah Kelurahan Poboya dan Kelurahan Tondo, Kota Palu.

Di dua lokasi itu setidaknya 10,5 hektare lahan telah menjadi area PETI dengan lubang-lubang yang menganga. Titik PETI itu di antaranya di bekas tambang lama seluas 1,5 hektar, Kijang 30, Vatutela, dan Vavolapo yang masing-masing seluas 3 hektar.

Poboya sendiri menjadi daerah dengan jumlah PETI terbanyak.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menyebut tidak tuntasnya penyelesaian PETI di lokasi-lokasi itu juga lantaran lemahnya penegakan hukum.

“Ketika cukongnya mampu dibuat jera, penambang dengan sendirinya akan berkurang hingga akhirnya menghilang,” Koordinator JATAM Sulteng, Mohammad Taufik mengatakan, Sabtu (14/9/2024).

PETI yang dibiarkan di lokasi itu dikhawatirkan makin meluas dan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parah lagi.

Kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia dan degradasi lahan akan menimbulkan petaka ekologi.

“Aktivitas pertambangan yang dikerjakan tidak sesuai dengan prosedur di hulu sungai akan berpengaruh hingga hilir, bahkan laut yang menjadi muara dari sungai tersebut,” Pakar Ekologi dari Universitas Tadulako, Abdul Rosyid mengungkapkan.

Kekhawatiran Rosyid beralasan. Poboya yang menjadi lokasi PETI adalah salah satu kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir ke Teluk Palu. Ironinya sebagian PETI tersebut berada di area aliran sungai.

Daerah itu juga menjadi daerah tangkapan air atau catchment area yang salah satu fungsinya adalah meminimalisasi banjir. Catchment atau atau daerah hulu berperan penting sebagai penyangga sebuah wilayah seperti pertanian, perkebunan, juga sumber air.

Pembiaran PETI yang terus terjadi akan terus menurunkan kualitas lahan dan makin memperbesar potensi bencana ekologi terjadi.

Data BPDAS Palu–Poso Sulawesi Tengah menyebut dari total luas DAS Poboya 7.306,40 Hektar terdapat 18,31 persen lahan yang berstatus kritis. Jumlah itu berpotensi bertambah jika PETI masih tak tertangani.

Tulisan ini Bagian dari Program Kolaborasi Liputan Jurnalis Kota Palu yang Tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *