RINDANG, SIGI | Tahapan Pilkada 2024 sebentar lagi akan dihelat termasuk di Sulawesi Tengah. Lalu bagaimana sikap masyarakat menentukan kepala daerah pilihannya?
“Kami berharap dipimpin oleh pemimpin yang membumi bukan untuk kepentingan perusahaan,” Tokoh Perempuan Adat Ngata Toro, Rukmini Paata Toheke menegaskan.
Rukmini yang bergelar Tina Ngata atau ibu kampung di desa adat Ngata Toro menyatakan hal tersebut menyikapi euforia yang muncul jelang pemilihan kepala daerah Sulawesi Tengah November nanti.
Perlindungan hak-hak kehidupan masyarakat adat seperti kedaulatan tata kelola kawasan, hutan, dan kebudayaan kata Rukmini mesti jadi visi misi para calon kepala daerah Sulawesi Tengah. Sebab pilkada tak sekadar memilih gubernur dan wakilnya atau bupati beserta wakilnya, lebih dari itu jadi pertaruhan masa depan termasuk nilai-nilai luhur adat yang jadi kekayaan budaya turun temurun.
Peraih penghargaan Kalpataru 2024 kategori Pembina Lingkungan dari KLHK itu secara khusus menyebut perlindungan kawasan masyarakat adat dari aktivitas pertambangan harus menjadi salah satu gagasan yang dibawa para calon pemimpin Sulawesi Tengah.
Rukmini menyatakan itu merujuk pada masifnya investasi dan industri pertambangan di Sulteng yang mengorbankan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Bahkan inisiator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) itu menantang para calon pemimpin di Sulteng membuat kontrak politik berisi poin detail penghormatan terhadap masyarakat adat.
“Mereka (calon kepala daerah) harus menggali potensi daerah dengan menghormati hak masyarakat adat. Kami kedepannya akan melihat untuk dibuat kontrak penghormatan masyarakat adat. Jangan sampai kami hanya jadi penonton dan jadi korban,” Rukmini menegaskan.
Pentingnya Eksistensi Masyarakat Adat dalam Pilkada
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Mohamad Marzuki bilang eksistensi masyatakat adat harus jadi pertimbangan semua calon kepala daerah sebagai bentuk penghormatan keragaman dan kekayaan daerah.
Dengan nilai-nilai luhur adat, budaya, dan kesenian lah daerah termasuk Sulawesi Tengah punya identitas.
Marzuki menegaskan kesadaran politik masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam Pilkada akan membuat hajatan 5 tahunan itu punya nilai, tak sekadar basa-basi.
Dia juga mengingatkan, masyarakat adat menjadi salah satu sekmen pemilih yang rentan dimanfaatkan oleh para calon pemimpin untuk kepentingan sesaat.
“Relasi masyarakat adat dan politik sangat kuat. Pemilu adalah sarana menguatkan posisi masyarakat adat,” kata Marzuki.