Mengenal Kampung Jetisharjo dan Tirta Kencana di Jogja; Penjaga Mata Air dan Pelopor Wisata Sungai Code

JOGJA, rindang.ID | Sadar akan pentingnya air bagi kehidupan, kelompok warga di bantaran Sungai Code, Jogja hingga kini menjaga dan mengelolanya secara mandiri.

Salah satu kelompok warga yang berhasil mengelola sumber air di sekitar Sungai Code untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari itu yakni Kelompok Tirta Kencana di Kampung Jetisharjo, Kota Jogja.

Sejak tahun 2001 kelompok itu mengelola mata air yang ada di sekitar tebing-tebing Sungai Code dan mengalirkannya ke rumah-rumah.

Inisiator Kelompok Tirta Kencana, Totok Pratopo menjelaskan pengelolaan mata air di Kampung Jetisharjo kepada wisatawan. (Foto: Heri/rindang.ID)

Hingga tahun 2024 total kelompok itu telah memenuhi kebutuhan air 162 rumah dengan 500 jiwa pengguna.

“Saat ini kami mengelola empat sumber air yang debitnya kumulatif, 10 liter per detik pada musim hujan. Saat kemarau bisa turun sampai 60 persen tapi itu masih aman,” Totok Pratopo, Ketua Kelompok Tirta Kencana menceritakan.

Sistem kerja distribusi air bersih dari sumbernya di sebelah utara ke kampung itu menggunakan dua cara yakni mesin pompa dan memanfaatkan elevasi agar air menuju ke penampungan bawah tanah yang berdimensi 120 meter kubik, kedalaman 2 meter dengan panjang hampir 30 meter.

Dari penampungan bawah tanah air lalu dipompa ke atas ke dua tower yang berkapasitas 6 ribu liter dan 7 ribu liter. Dari sana lalu didistribusikan ke saluran rumah tangga.

Salah satu kolam yang menjadi mata air di Kampung Jetisharjo. (Foto: Heri/ rindang.ID)

“Tiap rumah tangga ada water meternya. Warga membayar untuk menggunakan air tapi tarifnya sepertiga dari tarif PDAM kota,” Totok menjelaskan.

Pengguna air bersih di kampung itu saat ini dikenakan tarif hanya Rp1200 untuk 1 sampai 15 meter kubik, di atas 15 meter kubik berlaku tarif Rp1500.

Sementara di atas 60 meter kubik tarifnya Rp2000. Rata-rata warga mengggunakan 10 kubik dengan tarif Rp25 ribu. Harga yang lebih murah dari tarif PDAM.

Longsor dan deforestasi kata Totok menjadi ancaman pengelolaan sumber air di sekitar Kali Code. Karenanya kolaborasi antar komunitas pemerhati Kali Code dan masyarakat dari hulu hingga hilir sungai terus dikuatkan untuk menjaga keberadaan sumber air yang disebut Totok merupakan warisan turun temurun.

Kampung Jetisharjo tampak dikelilingi gedung-gedung dan pembangunan yang marak. (Foto: Heri/ rindang.ID)

Maraknya perambahan dan pembangunan di sekitar tebing-tebing Kali Code juga mengancam keberadaan sumber air tersebut.

“Karena lokasi ini bertebing sehingga rawan terdampak longsor. 2017 di sebelah utara ada longsor yang menutup mata air tapi teratasi setelah kita temukan lagi sumber mata air dengan biaya swadaya masyarakat,” Totok menceritakan.

Sumber air dan Kampung Jetisharjo di Kelurahan Cokrodiningratan, Kota Jogja punya ikatan sejarah kuat. Pemanfaatan sumber mata air di lokasi itu bahkan telah berlangsung sejak lama dalam bentuk pancuran, belik, atau sendang.

Di lokasi itu pula dahulu sumber air digunakan oleh putri-putri keraton untuk mandi. Karena itu juga lokasi itu disebut Jetis Pasiraman.

Kampung Jetisharjo sendiri kini juga menjadi salah satu objek wisata di Kota Jogja yang tidak hanya menawarkan jelajah sungai, namun juga edukasi pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top