DONGGALA, RINDANG | Yayasan Bonebula Donggala bersama aktivis lingkungan melepasliarkan bayi penyu atau tukik di Pantai Baturoko, Desa Lalombi, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulteng, Rabu (5/6/2024) sore.
Sebanyak 112 Tukik jenis Penyu hijau (Chelonia mydas) hasil penetasan dari 120 butir telur di Balai Belajar Yayasan Bonebula di Pantai tersebut.
Andi Anwar, Direktur Yayasan Bonebula menjelaskan, balai belajar itu adalah tempat pembelajaran bagi masyarakat sekitar dan siapapun yang tertarik dengan konservasi di wilayah pesisir. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara proses belajar di dalam ruangan maupun secara langsung di lapangan.
“Kami melibatkan masyarakat untuk sama-sama menjaga lingkungan dan melakukan upaya konservasi di pesisir,” kata Popay panggilan akrab yayasan ini.
Ia menyebut tantangan terberat dalam menjaga keberlanngsungan hidup penyu di daerah ini adalah manusia itu sendiri. Apalagi di waktu musim bertelur hewan yang masuk dalam kategori terancam punah ini. Musim bertelur penyu hijau ini sekitar bulan Oktober hingga Desember setiap tahunnya. Ketika musim bertelur banyak warga yang memburu telurnya sehingga akan kesulitan untuk mengumpulkan telurnya di sepanjang pesisir pantai lalombi dan sekitarnya.
Pada tahun 2024 ini, tukik yang dilepaskan kembali ke habitanya mencapai angka tertinggi, sejak 5 tahun lalu aktivitas Yayasan Bonebula. Dari 1 indukan saja bisa menghasilkan cukup sebanyak 120 butir dan berhasil menetas hingga 112 bayi tukik. Dari tahun 2019 mereka sudah melepaskan anak penyu kurang lebih 400-an ekor dari 3 jenis penyu yang hidup di wilayah ini. Ketiga jenis penyu itu adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Indonesia memiliki 6 jenis penyu dari 7 jenis yang ada di dunia. Jenis penyu yang ada di Indonesia antara lain Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu Pipih (Natator depressus) dan Penyu Tempayan (Caretta caretta).
Seluruh jenis penyu tersebut telah masuk ke dalam Daftar Apendik I CITES (Convension on International Trade of Endangered Species). Konvensi tersebut melarang seluruh bentuk perdagangan internasional atas semua produk yang berasal dari penyu, baik itu berupa telur, daging, maupun cangkangnya.
Kepala departemen Program wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, Jusman memberikan apresiasi yang baik bagi organisasi anggota jaringan Walhi ini. Momentum kali ini sangat tepat dimana kita tengah memperingati hari lingkungan hidup se dunia. Dimana mandat organisasi untuk mewujudkan keadilan ekologis sebagai upaya penyelamatan pesisir dan hutan terus didorong untuk dijaga kelestariannya.
“Peran penyu ini dalam ekosistem laut juga sangat penting. sehingga kita sama sama harus menjaga keberlangsungan hidupnya. ” kata Umang.
Ia mengaku akan terus mendorong masyarakat untuk menjaga ekosistem laut, pesisir dan Hutan. Karena banyak hal sekarang ini yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Misalnya dalam kasus ekstraksi pertambangan dan perburuan hewan oleh manusia yang mengancam ekosistem saat ini.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia merupakan hari internasional terbesar bagi lingkungan hidup. Dipimpin oleh United Nations Environment Programme (UNEP), dan diadakan setiap tahun sejak tahun 1973, program ini telah berkembang menjadi platform global terbesar untuk penjangkauan lingkungan hidup. Ini dirayakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk yang dilakukan pada hari ini di Sulawesi Tengah. Kegiatan ini dahadiri oleh perwakilan Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala, Walhi Sulteng, Akademisi, mahasiswa dan juga majelis taklim Desa Lalombi. Selain itu juga hadir bersama sama ikut melepaskan bayi penyu dari aktivis lingkungan dan anak anak. (wan/*)