POSO, RINDANG | Alam bebas tak sekadar menjadi tempat menghalau penat, melainkan juga menjadi tempat belajar sekaligus mengasah kepedulian terhadap kelestariannya.
Sebagian orang mengartikan ‘pecinta alam’ adalah sebutan bagi mereka yang doyan bertualang di alam bebas, menggendong carrier, bersepatu tracking, dan berlama-lama di hutan dan gunung.
Benar. Tapi pengertian itu sungguh sempit. Sebab tidak sedikit juga kelompok pecinta alam yang lahir dan tumbuh sebagai organisasi berbasis kepedulian terhadap kelestarian alam.
Belum lama ini tim rindang.id turut dalam perjalanan gabungan kelompok pecinta alam Sulawesi Tengah; Sulawesi Mountaineers Club, Mapala Galara Untad, dan Spalacipa Tadulako Sigalei. Tujuannya adalah Hutan Pinus di Lembah Napu, Kabupaten Poso.
Yang menarik selain menikmati danau kecil di sekitar lokasi itu dengan berkemah dan diskusi ringan, puluhan pecinta alam itu secara spontan menutup dua hari petualangannya dengan aksi bersih-bersih di Hutan Pinus.
Hutan Pinus di Desa Watutau itu memang sedang sohor sebagai lokasi wisata warga. Suasana asri dan sejuk khas daerah ketinggian jadi daya tariknya. Sayang, minat berwisata alam warga itu belum dibarengi kesadaran menjaga lingkungan.
Aneka sampah bekas makanan dan minuman kemasan berserakan, lagi-lagi sebagian besar adalah sampah plastik; musuh utama bumi. Maka aksi bersih-bersih pun dilakukan para pecinta alam tersebut, tanpa komando, perintah, apalagi suruh-menyuruh.
“Kebetulan kita nginap di Pinus Napu. Aksi tersebut pedulinya kitorang sendiri karena terlalu banyak sampah,” kata Agus Sigalei, salah satu pecinta alam yang turut dalam aksi itu.
Alhasil lima karung sampah berhasil terkumpul dan dibawa turun ke tempat sampah dalam aksi spontan itu.
Aksi yang tampak sederhana itu sesungguhnya menunjukan tujuan fundamental dari kegiatan pecinta alam.
Tanpa inisiatif dan kepekaan lima karung sampah di lokasi itu bisa menjadi berkali-kali lipat jumlahnya dan membuat daya tarik asri kawasan pinus itu lama-lama mati, tak bisa dinikmati.