JAKARTA, RINDANG | Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut Indonesia berpotensi merugi hingga Rp544 triliun akibat dampak perubahan iklim.
Ancaman potensi kerugian akibat perubahan iklim itu kembali ramai diperbincangkan setelah kembali ditegaskan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani baru-baru ini.
Angka potensi kerugian yang mencapai ratusan triliun itu sebenarnya telah termuat dalam dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim yang dikeluarkan oleh Bappenas pada 2021 lalu.
Dalam dokumen itu empat sektor disebut paling berpotensi terdampak secara ekonomi sejak tahun 2020 hingga 2024, yakni sektor kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan.
Dari keempat sektor itu, angka kerugian terbesar tercatat di sektor kelautan dan pesisir yang mencapai Rp407,81 triliun. Sedangkan sektor lain yakni air tercatat Rp27,92 triliun, pertanian Rp77,9 triliun, dan kesehatan Rp31,29 triliun.
Kerugian itu merupakan dampak dari berbagai bencana dan kondisi lingkungan yang berubah yang timbul lantaran perubahan iklim secara global.
Bappenas dalam dokumen itu mengingatkan kepada semua pengambil kebijakan termasuk di daerah agar membuat kebijakan yang tepat dan terukur dengan memperhatikan berbagai skenario perubahan iklim dan risikonya agar kerugian bisa ditekan termasuk dengan menciptakan pembangunan dan masyarakat yang tahan terhadap perubahan iklim.
Berdasarkan hasil kajian, pada tahun 2023, kerugian ekonomi dampak perubahan iklim mencapai Rp112,2 triliun. Kerugian dapat diturunkan dengan tindakan adaptasi spontan merujuk dari program terkait adaptasi per sektor hingga turun sampai angka Rp95,7 triliun atau turun sekitar 15 persen.
Jika dilakukan tindakan Pembangunan Ketahanan Iklim yang terencana diharapkan kerugian yang dialami dapat turun hingga angka Rp58,3 triliun atau turun hampir 50 persen.