PALU, RINDANG | Bagi komunitas Mangrovers Kota Palu tak ada yang lebih membahagiakan dibanding melihat mangrove di Teluk Palu tumbuh, berkembang, dan bertambah tanpa sampah.
Pernyataan itu mungkin terdengar berlebihan di telinga sebagian orang, namun sesungguhnya itu belum seberapa ketimbang jerih payah komunitas tersebut mewujudkan Kawasan Konservasi Mangrove di Pantai Layana, Pesisir Kota Palu.
Komunitas Mangrovers adalah penginisiasi kawasan konservasi yang kini luasannya telah mencapai 4 hektare itu sejak tahun 2019. Selain penanaman berkala secara mandiri, mereka juga kerap berkolaborasi dengan berbagai pihak menambah jumlah tanaman pesisir itu.
Terdapat sekitar 20 ribu pohon mangrove yang telah tumbuh. Sebenarnya jumlahnya bisa lebih dari itu andai saja tak ada sampah plastik yang mengusik.
“Kalau ditotal sejak 2019 ada 30 ribu bibit yang kami tanam. Hanya saja tidak semua bisa tumbuh salah satunya karena sampah plastik,” koordinator Mangrovers Palu, Najib menceritakan di sela aksi bersih sampah di kawasan itu, Rabu (21/2/2024).
Sampah plastik memang jadi ancaman utama yang menghalangi perkembangan mangrove. Ancaman itu paling nyata pada bibit -bibit mangrove yang baru ditanam. Akarnya yang labil mudah terangkat oleh sampah yang menerjangnya.
Selain itu kerap ditemui sampah plastik menutupi bibit baru dan menghalangi calon pohon itu dari sinar matahari.
Karena itu juga para anggota komunitas Mangrovers saban akhir pekan tak pernah absen bersih-bersih di kawasan itu.
“Rata-rata 6 karung sampah plastik yang terkumpul setiap bersih-bersih. Jumlahnya bertambah jika musim hujan atau ombak,” kata Najib.
Pun di Hari Peduli Sampah Nasional, Rabu (21/2/2024), komunitas itu mengisinya dengan aksi bersih-bersih. Aksi yang jauh dari kesan seremoni.
Tak ada armada sampah memadai, petugas bergaji, apalagi pegawai abdi negeri. Hanya ada puluhan anak muda di kawasan konservasi itu Rabu sore. Sebuah perayaan yang sepi yang tak akan berhenti.