Ilustrasi. (bmz)

Krisis Air Ancam Dunia, 26 Persen Populasi Tak Miliki Air Minum yang Aman bagi Tubuh

rindang.ID | Berdasarkan laporan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2023, secara global ada dua  miliar orang atau 26% dari populasi tidak memiliki air minum yang aman bagi tubuh. Sementara 3,6 miliar orang atau 46% dari populasi bumi tidak memiliki akses terhadap sanitasi aman dan bersih sesuai standar.

Masalah ketersediaan air juga sudah di tahap mengkhawatirkan. Berkisar dua hingga tiga miliar orang di dunia mengalami kekurangan air selama satu bulan per tahun. Akibatnya harus menanggung risiko besar dalam hal ketahanan pangan hingga akses terhadap listrik.

Penduduk di daerah perkotaan global pun diperkirakan meningkat dua kali lipat, dari 930 juta pada 2016 menjadi 1,7 miliar hingga 2,4 miliar pada 2050. Faktor kekeringan ekstrim dan berkepanjangan juga jadi faktor meningkatnya kerentanan krisis air di seluruh dunia.

Jika tidak segera ditanggulangi, krisis air jelas akan membahayakan kehidupan manusia. Sebab air merupakan ruh dari kehidupan di bumi, sementara kebutuhannya terus meningkat.

Selama 40 tahun terakhir hingga 2018, permintaan air global meningkat secara konsisten 1% per tahun. Penelitian yang dilakukan Burek dkk pada 2016 memperkirakan, kebutuhan air global secara keseluruhan akan terus meningkat dengan laju tahunan sekitar 1% yang mengakibatkan peningkatan antara 20% hingga 30% pada tahun 2050.

Di sisi lain, terjadi penurunan sumber daya air terbarukan per kapita (IRWR) global sekitar 20% antara 2000 hingga 2018.

Perubahan yang lebih besar terjadi di negara-negara dengan IRWR per kapita terendah, seperti di Afrika Sub-Sahara (41%), Asia Tengah (30%), Asia Barat (29%) dan Afrika Utara (26%). Eropa merupakan wilayah yang menunjukkan penurunan terkecil, yaitu sebesar 3%.

Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada 2022 menyebutkan, kelangkaan air menjadi endemik sebagai akibat dari dampak lokal dari kekurangan air secara fisik, ditambah dengan percepatan dan penyebaran polusi air tawar.

Konsekuensi pertama dari kelangkaan air adalah meningkatnya penggunaan dan menipisnya air tanah. Laju penipisan penyimpanan air tanah diperkirakan antara 100 dan 200 km³/tahun, yang mencakup 15 hingga 25% dari seluruh pengambilan air tanah.

Titik-titik parah penipisan air tanah ditemukan di seluruh dunia, paling sering terjadi di daerah dengan pengambilan air tanah yang intensif untuk irigasi atau untuk memasok kota-kota besar.

PBB pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goal (SDGs) ke-6 merumuskan upaya-upaya untuk memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi berkelanjutan untuk semua, yaitu fokus pada air minum dan sanitasi, pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, kualitas air, pengelolaan sumber daya air terpadu (IWRM), air ekosistem terkait, dan lingkungan pendukung.

Sasaran yang ingin dicapai dalam hal air bersih dan sanitiasi, yakni:

1. Pada 2030, mencapai akses universal dan adil terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua

2. Pada 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua orang dan mengakhiri kebiasaan buang air besar sembarangan, dengan memberikan perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan anak perempuan serta mereka yang berada dalam situasi rentan.

3. Pada 2030, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan dumping dan meminimalkan pelepasan bahan kimia dan bahan berbahaya, mengurangi separuh proporsi air limbah yang tidak diolah dan secara signifikan meningkatkan daur ulang dan penggunaan kembali yang aman secara global.

4. Pada 2030, meningkatkan efisiensi penggunaan air secara substansial di semua sektor dan memastikan penarikan dan pasokan air bersih yang berkelanjutan untuk mengatasi kelangkaan air dan secara substansial mengurangi jumlah orang yang menderita kelangkaan air.

5. Pada 2030, menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di semua tingkatan, termasuk melalui kerja sama lintas batas jika diperlukan

6. Pada 2020, melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, akuifer, dan danau

7. Pada 2030, memperluas kerja sama internasional dan dukungan peningkatan kapasitas kepada negara-negara berkembang dalam kegiatan dan program terkait air dan sanitasi, termasuk pengumpulan air, desalinasi, efisiensi air, pengolahan air limbah, teknologi daur ulang dan penggunaan kembali.

8. Mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam meningkatkan pengelolaan air dan sanitasi.

Untuk mencapai target-target tersebut diperlukan kolaborasi tiap negara dan berbagai lembaga di dunia untuk mencapai tujuan kehidupan berkelanjutan, terutama soal air yang merupakan inti kehidupan makhluk bumi. (bmz/*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top